Beranda | Artikel
Kedudukan Yang Tinggi Diraih Dengan Ilmu
Kamis, 7 Januari 2021

Bersama Pemateri :
Ustadz Abdullah Taslim

Kedudukan Yang Tinggi Diraih Dengan Ilmu adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Keutamaan dan Kemuliaan Ilmu. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abdullah TaslimM.A. pada Kamis, 16 Jumadil Awal 1442 H / 31 Desember 2020 M.

Ceramah Agama Islam Tentang Kedudukan Yang Tinggi Diraih Dengan Ilmu

Kita memasuki tentang pembahasan segi ke-73 tentang keutamaan ilmu, yaitu kedudukan yang tinggi diraih dengan ilmu.

Al-Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan semua yang ada di alam semesta dan Allah menjadikan bagi segala sesuatu itu ada satu kesempurnaan atau kedudukan tertinggi yang khusus baginya yang itu merupakan puncak dari kemuliaannya. Kalau hilang kemuliannya tadi, maka dia akan berpindah ke tingkatan yang di bawahnya. Kalau hilang juga kemuliannya tadi, maka dia akan dipindahkan lagi ke tingkatan yang lebih di bawah. Demikianlah seterusnya sampai ketika sesuatu itu benar-benar hilang semua keutamaannya, maka dia dianggap sebagai duri atau kayu bakar yang dia hanya pantas untuk dijadikan bahan bakar.

Ibnul Qayyim Rahimahullah ingin menjelaskan bahwa ketika manusia mempunyai keistimewaan ilmu, dia akan ditempatkan di tempat yang tinggi. Kalau ilmunya kurang, maka dia akan turun tingkatannya. Sampai ketika dia tidak punya ilmu sama sekali, itulah yang disebutkan di dalam Al-Qur’an “mereka itu sama seperti binatang-binatang ternak, bahkan mereka lebih buruk atau lebih sesat lagi.”

Contohnya di sini adalah kuda. Kalau dia punya keindahan, kemahiran ketika ditunggangi, kecepatan berlari, maka kuda yang gagah dan indah seperti ini, dia menempati kedudukan yang tinggi dengan menjadi tunggangan para raja. Dia akan dimuliakan dengan kemuliaan yang setingkat dengan kedudukannya. Kuda-kuda raja tentu tempatnya bagus, makanan yang terbaik, mengangkut hal-hal yang ringan sesuai dengan kedudukannya yang mulia sebagai tunggangan orang-orang yang besar.

Kalau tingkatannya berkurang sedikit, misalnya dari sisi kecepatannya dia kurang, keindahannya juga dia kurang, maka kuda ini juga akan disiapkan untuk orang-orang yang kedudukannya di bawah raja.

Kalau kurang lagi kemampuannya, maka dia akan disiapkan untuk salah seorang dari prajurit biasa. Kalau juga ternyata kuda ini semakin berkurang dan tidak bisa untuk perang, maka dia akan digunakan sebagaimana keledai. Bisa jadi untuk memutar penggilingan atau untuk mengangkut barang-barang dan semisalnya.

Kalau ternyata dia juga tidak punya kemampuan untuk ini, maka dia akan digunakan seperti kambing yang langsung disembelih atau untuk disingkirkan.

Tingkatan-tingkatan pada hewan ini juga berlaku pada manusia. Tingkatan kedudukan seseorang tergantung dari kemampuan atau keistimewaan yang ada pada dirinya.

Disebutkan dalam sebuah permisalan, satu ketika ada dua kuda yang bertemu. Dimana sebelumnya dua kuda ini sering bersama tapi nasibnya berbeda. Salah satu di antara kedua kuda ini menjadi tunggangan raja. Sedangkan kuda yang kedua hanya membawa ember-ember air. Maka ketika itu kuda yang menjadi tunggangan raja ini bertanya kepada temannya: “Bukankah kamu adalah temanku yang dulu? Tadinya kamu juga punya kedudukan yang tinggi. Sekarang apa yang menyebabkan kamu turun pada tingkatan ini?”

Maka kuda yang kedua itu mengatakan: “Tidak lain sebabnya karena kamu berjalan dengan indah sedikit, sementara aku tidak mau melakukan hal itu. Yakni karena kecakapanmu, keindahanmu, kepantasanmu untuk ditunggangi oleh para pembesar, makanya kamu punya kedudukan yang tinggi. Sedangkan aku tidak melakukan hal tersebut.”

Ini contoh yang terjadi pada hewan, kedudukannya akan mulia ketika mereka punya keistimewaan yang sempurna pada dirinya.

Demikian pula pedang. Asalnya kita tahu pedang itu adalah senjata yang digunakan untuk orang-orang yang besar seperti untuk menunjukkan kegagahan dan seterusnya. Tapi ketika pedang ini tidak berfungsi lagi sesuai dengan kegunaannya, kemampuan menebasnya sudah berkurang, ketajamannya berkurang, bahannya sudah tidak kuat lagi sehingga mudah untuk patah atau keropos dan tidak pantas lagi digunakan untuk pedang, dia akan turun kedudukannya untuk membuat kapak, gergaji atau yang semisalnya.

Adapun kedudukan manusia yang tertinggi adalah para Nabi dan para Rasul. Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mengetahui tentang seorang hamba kalau dia pantas dipilih menjadi Rasul, maka Allah jadikan dia sebagai Rasul. Allah berfirman:

اللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ

Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mengetahui siapa yang dipilih di antara hamba-hambaNya sebagai RasulNya.” (QS. Al-An’am[6]: 124)

Inilah hamba yang terbaik. Karena mereka punya kesempurnaan yang paling tinggi di antara manusia lainnya.

Kemudian jika ketidaksempurnaan yang ada pada dirinya ternyata kurang dari tingkatan ini, tidak pantas dia menjadi Rasul, tapi dia pantas untuk menjadi pewarisnya para Nabi yang menggantikan tugas mereka menyebarkan ilmu, maka Allah akan memilih dia untuk kedudukan tersebut. Inilah kedudukannya orang-orang yang berilmu, inilah para sahabat Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhum Ajma’in, para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah. Allah akan menyampaikannya kepada tingkatan itu.

Kalau dia aku turun lagi kedudukannya dari hal itu tapi dia pantas untuk mendapatkan tingkatan kewalian, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memilih dia untuk kedudukan tersebut. Dan kalau dia misalnya orang yang pantas untuk banyak beramal dan beribadah tapi dia tidak punya kedudukan pengetahuan atau ilmu agama, maka dia akan ditempatkan pada kedudukan tersebut. Sampai kemudian turun lagi tingkatannya pada tingkatan keumuman kaum mukminin. Kalau manusia ini masih kurang juga dari kedudukan ini, jiwanya tidak bisa menerima sedikitpun dari kebaikan, maka dia akan ditempatkan sebagai bahan bakarnya neraka jahanam. Inilah orang-orang yang kafir.

Jadi orang yang tidak mendapatkan hidayah, Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mengetahui bahwa dia tidak pantas mendapatkan hidayah, memang dia tidak punya keistimewaan untuk menerima hidayah. Oleh karena itu orang-orang yang mendapatkan hidayah, dia mendapatkan nikmat yang sangat besar. Maka jagalah kepantasan diri kita untuk selalu mendapatkan hidayah Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan terus kita menuntut ilmu, memahami dan berusaha mengamalkannya.

Manusia akan terus naik pada tingkatan-tingkatan kesempurnaan. Dia belajar, paham agama, dia membaca Al-Qur’an, merenungkan isinya, kemudian dia amalkan, maka dia akan terus menapaki tingkatan kesempurnaan setingkat demi setingkat sampai dia mencapai puncak dari kedudukan yang bisa diraih orang-orang yang semisal dirinya.

Coba bandingkan tingkatan manusia, ketika pertama kali dia diciptakan dari air mani yang hina dengan keadaan ketika dia masuk surga yang kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengucapkan salam kepadanya di dalam surga. Dan ketika dia bisa memandang wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala di waktu pagi dan petang, ini keadaan yang sangat jauh sekali. Ketika dalam keadaan dia dilahirkan dari air mani yang hina, dia tidak tahu apa-apa, setelah itu dia belajar agama, setelah itu dia mengikuti agama Allah Subhanahu wa Ta’ala, dia semakin menyempurnakan kedudukan dirinya, maka keadaannya sangat jauh berbeda.

Keadaan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam saat pertama kali ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat beliau sebagai RasulNya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak bisa membaca. Tapi lihat di akhirnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepadanya:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ…

“Pada hari ini Aku sempurnakan bagimu agamamu dan telah aku sempurnakan nikmatKu atasmu.” (QS. Al-Ma’idah[5]: )

Subhanallah.. Awalnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak mengetahui apa-apa kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala sempurnakan agamanya dan nikmat baginya.

Pada ayat yang lain bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam secara khusus: “Dan Allah menurunkan kepadamu (wahai Rasulullah) Al-Qur’an dan hikmah (sunnah) serta Allah mengajarkan kepadamu apa yang tadinya kamu tidak ketahui. Dan sungguh karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala bagimu adalah semangat agung.”

Kita renungkan di sini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menyempurnakan kedudukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan karunia yang agung setelah diturunkan kepada beliau agama yang sempurna.

Ini adalah contoh bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan orang yang sempurna pun akan selalu meniti tingkatan-tingkatan kesempurnaan sampai dia pada puncaknya.

Bagaimana penjelasan selanjutnya? Mari download mp3 kajian dan simak penjelasan yang penuh manfaat ini..

Download MP3 Kajian Tentang Kedudukan Yang Tinggi Diraih Dengan Ilmu

Download mp3 kajian yang lain di mp3.radiorodja.com


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/49604-kedudukan-yang-tinggi-diraih-dengan-ilmu/